Humas. Untuk kedua kalinya MAN 1 Padang garap film pendek, kali ini bertajuk film dokumenter setelah sebelumnya tentang dakwah. Penggarapan film dokumenter sepenuhnya dikerjakan oleh 5 orang siswa/siswi MAN 1 Padang yang tergabung dalam satu tim yang terdiri dari Anggi Aryanti siswi kelas XI IIK sebagai penulis skenario, Jesiska Rahmayani siswi kelas XI MIA-3 sebagai sutradara, Annisa Tasya Deas siswi kelas XI MIA-1 sebagai cameramen, Faisal siswa kelas XI IIK sebagai editor dan Mia Agustin siswi kelas XII IPA-1 sebagai reporter. Tim ini dilatih dan dibimbing langsung oleh tenaga ahli yang telah berpengalaman dibidangnya yaitu Alglory pemilik "House Production Alglory".
Tujuan pembuatan film dokumenter ini adalah untuk mengikuti "Festifal Film Dokumenter Kebudayaan 2016" tingkat SLTA se-provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Sumatera Selatan yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat. Adapun ruang lingkup festival film ini meliputi 5 kategori yaitu 1. Tradisi dan ekspresi lisan seperti permainan tradisional; 2. Seni pertunjukan seperti seni musik; 3. Adat istiadat suatu kelompok seperti upacara tradisional; 4. Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta seperti pengobatan tradisional dan; 5. Kemahiran /kerajinan tradisional seperti pakaian tradisional.
Pembuatan film dokumenter ini mengambil setting tentang ekskul tari khususnya tari piring. Dalam skenarionya yang ditulis oleh Anggi Aryanti menceritakan bahwa tari piring dipercaya telah ada sejak sekitar abad ke 12 Masehi, terlahir dari kebudayaan asli masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Berbagai gerakan dalam Tari Piring adalah perpaduan yang selaras antara seni tari yang indah, gerakan akrobatis, dan gerakan bermakna magis. Gerakan tarian yang dibawakan secara berkelompok oleh 3-5 personil ini secara keseluruhan mencerminkan kerjasama tentang tahapan-tahapan kegiatan dalam budidaya tanaman padi yang menjadi mata pencaharian masyarakat adat Minang tempo dulu.
Untuk memenuhi kriteria tersebut menurut Kepala MAN 1 Padang, Marliza, S.Pd., M.Pd. dalam wawancaranya dengan kru film menyampaikan bahwa dipilihnya tari piring adalah sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya asli Minangkabau dan juga bertujuan agar generasi muda terutama siswa/siswi MAN 1 Padang mengenal lebih dalam seni budaya asli daerah mereka sendiri. Pada kesempatan ini Marliza juga menyampaikan terimakasih kepada tim film dokumenter dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan film ini. Semoga karya siswa/siswi MAN 1 Padang ini memperoleh apresiasi oleh dewan juri dan masyarakat...Aamiin! (YM)
Keterangan Asal Usul Tari Piring
Masuknya Islam ke tanah Sumatera pada abad ke 14 secara tidak langsung ikut mempengaruhi perkembangan tari piring. Semenjak ajaran Islam mulai dianut oleh mayoritas masyarakat, peruntukan tari piring pun berubah. Tari piring bukan lagi ditujukan sebagai tari persembahan bagi para dewa, melainkan hanya sebagai tontonan bagi masyarakat. Tarian ini dipertunjukan setiap kali ada acara hajatan sebagai hiburan semata.
Keduapuluh gerakan tari piring di atas dilakukan dengan tempo cepat dengan diiringi iringan musik berirama syahdu yang menggambarkan rasa kebersamaan, kegembiraan, dan semangat. Iringan musik dalam tari piring sendiri berasal dari 2 alat musik, yaitu talempong dan saluang. Talempong adalah alat musik pukul yang terbuat dari kayu, kuningan, atau batu. Bentuknya mirip seperti bonang, sedangkan saluang adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu tipis mirip seperti suling. Selain dengan iringan kedua alat musik tersebut, tari piring juga diiringi dengan suara gemerincing cincin yang dikenakan para penarinya.
Pembuatan film dokumenter ini mengambil setting tentang ekskul tari khususnya tari piring. Dalam skenarionya yang ditulis oleh Anggi Aryanti menceritakan bahwa tari piring dipercaya telah ada sejak sekitar abad ke 12 Masehi, terlahir dari kebudayaan asli masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Berbagai gerakan dalam Tari Piring adalah perpaduan yang selaras antara seni tari yang indah, gerakan akrobatis, dan gerakan bermakna magis. Gerakan tarian yang dibawakan secara berkelompok oleh 3-5 personil ini secara keseluruhan mencerminkan kerjasama tentang tahapan-tahapan kegiatan dalam budidaya tanaman padi yang menjadi mata pencaharian masyarakat adat Minang tempo dulu.
Keterangan Asal Usul Tari Piring
Tari piring dipercaya telah ada sejak sekitar abad ke 12 Masehi, terlahir dari kebudayaan asli masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Tarian ini dulunya merupakan tarian persembahan bagi para dewa yang telah mengkaruniakan hasil panen yang berlimpah selama setahun. Perlu diketahui bahwa sebelum masuknya Islam, masyarakat Minangkabau mayoritas masih memeluk agama Hindu, Budha, dan sebagian Animisme.
Masuknya Islam ke tanah Sumatera pada abad ke 14 secara tidak langsung ikut mempengaruhi perkembangan tari piring. Semenjak ajaran Islam mulai dianut oleh mayoritas masyarakat, peruntukan tari piring pun berubah. Tari piring bukan lagi ditujukan sebagai tari persembahan bagi para dewa, melainkan hanya sebagai tontonan bagi masyarakat. Tarian ini dipertunjukan setiap kali ada acara hajatan sebagai hiburan semata.
Berbagai gerakan dalam Tari Piring adalah perpaduan yang laras antara seni tari yang indah, gerakan akrobatis, dan gerakan bermakna magis. Gerakan tarian yang dibawakan secara berkelompok oleh 3-5 personil ini sangat beragam. Gerakan-gerakan tersebut secara keseluruhan sebetulnya menceritakan tentang tahapan-tahapan kegiatan dalam budidaya tanaman padi yang menjadi mata pencaharian masyarakat adat Minang tempo dulu.
Sedikitnya ada 20 gerakan tari piring yang harus dibawakan para penari untuk dapat mempertunjukan tari piring yang sempurna. Keduapuluh gerakan tersebut antara lain: 1. Gerak pasambahan; gerakan yang dibawakan oleh para penari pria ini adalah gerakan pembuka tari piring. Gerakan ini memiliki makna sebagai wujud syukur kepada Allah swt dan bentuk permohonan penari pada para penonton yang menyaksikan, supaya tidak merusak jalannya pertunjukan. 2. Gerak singanjuo lalai; gerakan yang dibawakan oleh para penari wanita ini sangat lemah lembut melambangkan suasana pagi yang sejuk. 3. Gerak mencangkul; gerakan tari piring yang menceritakan sekumpulan petani yang tengah mengolah tanah sawahnya. 4. Gerak menyiang; gerakan ini menceritakan aktivitas para petani saat tengah menyiangi atau membersihkan rerumputan di sawah mereka. 5. Gerak membuang sampah; gerakan ini menceritakan kegiatan para petani yang tengah membuang sisa-sisa sampah hasil menyiangi yang ia lakukan sebelumnya. 6. Gerak menyemai; gerakan ini menceritakan para petani yang tengah menyemai benih padi yang akan ditanam. Selain keenam gerakan tersebut, ada 14 gerakan lain yang harus dilakukan oleh para penari. Gerakan-gerakan tersebut antara lain gerak memagar, gerak mencabut benih, gerak bertanam, gerak melepas lelah, gerak mengantar juadah, gerak menyabit padi, gerak mengambil padi, gerak manggampo padi, gerak menganginkan padi, gerak mengirik padi, gerak menumbuk padi, gotong royong, gerak menampih padi, dan gerak menginjak pecahan kaca.
Keduapuluh gerakan tari piring di atas dilakukan dengan tempo cepat dengan diiringi iringan musik berirama syahdu yang menggambarkan rasa kebersamaan, kegembiraan, dan semangat. Iringan musik dalam tari piring sendiri berasal dari 2 alat musik, yaitu talempong dan saluang. Talempong adalah alat musik pukul yang terbuat dari kayu, kuningan, atau batu. Bentuknya mirip seperti bonang, sedangkan saluang adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu tipis mirip seperti suling. Selain dengan iringan kedua alat musik tersebut, tari piring juga diiringi dengan suara gemerincing cincin yang dikenakan para penarinya.
Ketika menari, para penari wajib mengenakan kostum khusus untuk tari piring, untuk pria terdiri dari Busana rang Mudo, berupa baju berlengan lebar yang dihiasi dengan renda emas, Saran galembong, celana berukuran besar di bagian tengahnya khusus untuk tari piring, Sisamping, kain songket yang dililitkan di pinggang hingga lutut, Cawek pinggang, ikat pinggang yang terbuat dari kain songket, Deta atau destar, yaitu penutup kepala berbentuk segitiga yang dibuat dari kain songket khas pria Minangkabau. Sedangkan untuk kostum wanita terdiri dari Baju kurung yang terbuat dari kain beludru dan kain satin, Kain songket, Selandang songket yang dipasang di badan bagian kiri, Tikuluak tanduak balapak yaitu penutup kepala khas wanita Minangkabau yang terbuat dari bahan songket dengan bentuk menyerupai tanduk kerbau. Aksesoris lain berupa anting, kalung gadang, dan kalung rambai. (Sumber: http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/tari-piring-asal-usul-sejarah-kostum-gerakan.html,Disalin dari Blog Kisah Asal Usul).
0 komentar:
Posting Komentar